Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLANAS.COM - Eks pelatih timnas Indonesia, Simon McMenemy, menuturkan pengalamannya mengetes psikologis pemain Indonesia mengenai bermain di luar negeri.
Di antara banyak negara Asia yang pernah disinggahinya, Simon McMenemy barangkali merasa paling dekat dengan Indonesia.
Tak cuma pernah melatih tim nasional Indonesia, Simon McMenemy juga pernah melatih tiga klub Indonesia, yaitu Mitra Kukar, Pelita Bandung Raya, dan Bhayangkara FC.
Saat ini, Simon McMenemy bahkan mengaku sudah hidup nyaman di Jakarta semenjak melatih Bhayangkara FC pada 2017.
Baca Juga: Termasuk Crash Landing On You, Eks Bek Persija Rekomendasikan Empat Serial Dokumenter Favoritnya
Baru-baru ini, Simon McMenemy membagikan pengalamannya bergelut dengan sepak bola tanah air di kanal Youtube Bayu Eka Sari.
Bayu Eka Sari ialah mantan asisten pelatih Luis Milla di tim nasional Indonesia.
Salah satu poin menarik yang dibahas Bang Bes, sapaan akrab Bayu Eka Sari, dengan Simon ialah mengenai ketidakmauan pesepak bola Indonesia merumput di luar negeri.
Baca Juga: Main di Serial Favorit Bagus Kahfi dan Beckham Putra, Neymar Ternyata Punya Impian Jadi Aktor
Saat ini saja, hanya ada Rudolof Yanto Basna yang merumput di Liga Thailand bersama PTT Prachuap.
Melihat fenomena tersebut, Simon McMenemy membagikan pengalamannya melakukan tes psikologi terhadap pesepak bola Indonesia usia 16-17 tahun dalam sebuah proyek dari Nike pada 2015-2016.
Saat itu, Simon memberikan tumpukan majalah kepada para pemain untuk mengetahui motivasi mereka dalam bermain sepak bola.
Para pemain yang baru berusia remaja tersebut dipersilahkan memotong gambar-gambar dari majalah untuk menggambarkan cita-cita yang ingin dicapai dalam berkarier di sepak bola.
"Kita ingin melihat kira-kira apa yang bisa sepak bola berikan pada mereka. Apakah itu uang, kekuasaan, popularitas, perempuan, rumah, atau apa pun itu," ujar Simon.
Simon lantas mendapat simpulan menarik ketika para pemain mengumpulkan papan yang berisi potongan gambar dari para pemain.
"Hampir semua pemain, bahkan yang berumur 16 tahun, mengatakan bahwa hal nomor satu yang mereka inginkan (bila sukses berkarier) adalah untuk bisa membantu keluarga," ucap Simon.
"Tidak ada yang berkata ingin jadi pemain terbaik di dunia, memenangi Ballon d'Or, bermain di Liga Inggris, atau jadi milyuner," lanjut Simon.
"Nomor satu bagi mereka adalah membahagiakan keluarga," tandas Simon.
Menurut Simon, sikap seperti itu merupakan budaya khas Indonesia yang tak bisa dibilang negatif.
"Itu adalah budaya individual yang sulit (diubah), tetapi bukan hal negatif. Keluarga. Saling menjaga. Selalu bersama," begitu simpulan Simon.
"Ketika mereka mendapat kontrak mereka di umur 18/19 tahun, lalu mendapatkan cukup gaji, mereka membantu keluarga, bahkan keluarga jauh dan anggota keluarga yang lebih muda," ucap Simon lagi.
Oleh karena itu, ketika para pemain sudah bisa membahagiakan keluarga besar, mereka tak merasa perlu untuk mencapai target lebih tinggi.
"Ketika ada yang berkata, 'Kamu bisa lebih baik lagi', para pemain menjawab, 'Tapi kenapa? saya sudah mencapai target nomor satu saya'," jelas Simon.
Menurut Simon, para pelatih harus menyesuaikan diri dengan budaya yang sudah melekat dalam diri para pemain muda Indonesia tersebut.
Baca Juga: Samakan Liga 1 dengan Premier League, Bek Persiraja: Instagramku Menggila