Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLANAS.COM - Perihal menggelar sepak bola pada masa pandemi Covid-19, Indonesia sebenarnya tertinggal dari negara lain.
Memang ada pihak yang mengatakan, dalam sebuah negara yang lamban menangani pagebluk, terlebih masyarakatnya pun tampak tak patuh protokol kesehatan, event besar olahraga bukanlah sesuatu yang perlu dipaksakan.
Pendapat itu sahih, karena pada kenyataannya Indonesia terus mencatat penambahan kasus Covid-19, serta vaksinasi yang belum menembus jumlah minimal herd immunity.
Di sisi lain, negara pesaing sudah ngebut menghidupkan kembali sepak bola mereka.
Negara maju di Eropa bahkan sanggup menggelar agenda internasional seperti Liga Champions atau laga antar tim nasional.
Tak jauh dari kita, bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste pun bisa menggelar kompetisi.
Indonesia sangat mungkin semakin tertinggal apabila tak ikut bergerak.
Pelatih timnas Indonesia. Shin Tae-yong, sejak jauh hari menyatakan pentingnya kompetisi bagi timnas Indonesia.
Keinginan Shin Tae-yong tak terkabul pada 2020.
***
Memasuki 2021, harapan mulai muncul.
Kapolri baru, Listyo Sigit Prabowo, terlihat lebih lunak dari pendahulunya.
PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) melancarkan lobi untuk menggolkan agenda kompetisi yang lama terhenti.
Mendengar masukan para klub, tampaknya tak ideal langsung menggeber kompetisi resmi setelah setahun vakum.
Turnamen pramusim dipilih sebagai ajang memanaskan mesin.
Nama turnamen tersebut adalah Piala Menpora 2021, didedikasikan untuk pihak yang menjadi perantara PSSI-Polri untuk mengurus izin kompetisi di tengah pandemi.
Lantaran “hanya” berstatus ajang pemanasan, sekaligus uji coba event olahraga besar di tengah pandemi, berbagai modifikasi kompetisi dilakukan.
Hukum besi masa pandemi menjadi pegangan utama, yakni suporter haram hadir di stadion.
Jumlah orang di dalam stadion dibatasi, tak ada wawancara tatap muka bagi media, testing dilakukan rutin.
Turnamen pramusim Piala Menpora 2021 juga digelar di empat kota, dengan kota tuan rumah dilarang menggelar laga klub yang bermarkas di kota itu.
Sebagai penunjang operasional, pihak klub mendapat subsidi dan match fee dari PT LIB.
Saat tulisan ini dibuat, Piala Menpora 2021 telah merampungkan fase grup yang diikuti 17 klub.
***
Fase grup bisa jadi merupakan ujian terberat bagi PT LIB untuk melangkah ke tahap berikutnya.
Pada fase grup, jumlah orang yang akan dites berada dalam jumlah paling banyak dibanding fase berikutnya.
Semakin banyak klub diurus, semakin mirip situasi yang akan dihadapi PT LIB di kompetisi sesungguhnya.
Namun, Piala Menpora 2021 tidak bisa disamakan dengan Liga 1 2021.
Bagaimana tidak, praktis tak ada yang namanya laga kandang maupun tandang di turnamen ini.
Sebagai contoh, Persija mendapat tempat di Malang, sangat jauh dari kandang aslinya di ibukota.
Demikian pula seluruh klub peserta lain, yang ditempatkan acak di Yogyakarta, Bandung, dan Surakarta.
Larangan penonton masuk stadion selama turnamen jelas akan berhasil, dan terbukti berhasil, sebab klub ditaruh jauh dari kantong suporter.
Ke depan, jika Liga 1 2021 benar akan bergulir, PT LIB perlu melipatgandakan protokol.
Bagaimana memastikan penonton tak masuk stadion, misalnya, saat Persebaya memakai kandang Stadion Gelora Bung Tomo, padahal pada musim-musim sebelumnya, 50 ribu bonek selalu memadati stadion itu?
Untuk itu, keputusan berani perlu diambil.
Dengan format home tournament di Piala Menpora 2021, penyelenggaraan dalam sisi protokol kesehatan bisa dibilang tak menemui banyak masalah.
Jika memang publik berkesimpulan formula tersebut memang berhasil, PSSI dan PT LIB bisa meneruskan saja format home tournament sampai kompetisi resmi.
Ongkos perjalanan dari Banda Aceh ke Jayapura terbilang cukup mahal, apabila Liga 1 2021 dikembalikan ke format kandang-tandang seperti semula.
Apalagi dompet klub sedang cekak karena susah ekonomi.
Mari berandai-andai.
Ada 18 klub di Liga 1, taruhlah tiga tim di stadion yang sama yang jauh dari kandang mereka.
Saya mengusulkan satu stadion maksimal dipakai tiga tim karena sependek pengetahuan saya, Stadion Maguwoharjo sempat hendak dipakai 4-5 tim saat Liga 1 2020 direncanakan bergulir secara terpusat, Oktober silam.
Tentu saja, stadion butuh perawatan, rumput stadion tak bisa terus menerus diinjak, AC Milan dan Inter Milan saja bergiliran saat memakai San Siro.
Tiga klub per satu stadion pun sebetulnya sudah terlalu banyak, tetapi PT LIB memang perlu menyesuaikan jumlah klub dengan ketersediaan stadion representatif di Pulau Jawa-Bali.
Taruh saja dua tim bermain di pekan yang sama melakoni laga kandang di Stadion Manahan, pada hari Sabtu dan Minggu, lalu tim ketiga dijadwalkan bermain away.
Lalu regulasi yang sempat diusulkan di Liga 1 2020 Oktober silam, yaitu wajib menggunakan transportasi darat, tentu tak masuk akal untuk dipaksakan.
Bayangkan saja tim yang bermarkas di Bandung, misalkan untuk sampai menuju Surabaya, berapa jam yang terbuang bagi pemain, sedangkan mereka seharusnya menjalani recovery pra atau pasca pertandingan.
Kebijakan tes GeNose di bandara sejauh ini menuai banyak kontra, tetapi kebijakan itu jelas mendukung seluruh tim untuk bergerak lebih mudah lewat jalur udara.
PSSI dan PT LIB perlu memperhatikan pula, timnas Indonesia memiliki jadwal padat dan pelatih Shin Tae-yong pun mengampu timnas dari level U-19, U-22, hingga senior.
Tugas terakhir sebelum memikirkan itu semua adalah, PSSI dan PT LIB harus kembali mengantongi lampu hijau dari Polri.
Baca Juga: Jadwal dan Daftar Tim Lolos Perempat Final Piala Menpora 2021, Turnamen Pramusim Memanas!