Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLANAS.COM - Striker asing Arema FC, Abel Camara, menceritakan suasana mencekam di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, saat terjadi kerusuhan.
Stadion Kanjuruhan mendadak mencekam usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).
Penonton yang kecewa akibat kekalahan Arema FC di laga itu mulai turun ke lapangan usai laga.
Abel Camara mengatakan bahwa sesaat sebelum terjadi kericuhan para pemain Arema FC masih berada di lapangan.
Para pemain Arema FC mencoba menenangkan suporter dan meminta maaf.
Baca Juga: Ratusan Nyawa Jadi Korban, Ini Respon Shin Tae-yong soal Tragedi di Stadion Kanjuruhan
Namun, para pemain langsung dievakuasi ke locker room saat jumlah suporter yang masuk ke lapangan mulai tak terkendali.
"Setelah laga, kami pergi menemui suporter untuk meminta maaf," kata Abel Camara dilansir dari Mais Futebol.
"Mereka kemudian mulai memanjat pagar dan kami pergi ke ruang ganti," imbuhnya.
Setelah masuk ke ruang ganti, Abel Camara mengatakan kerusuhan di lapangan mulai pecah.
Pemain berusia 32 tahun itu menyebut mulai terdengar suara tembakan.
"Sejak saat itu, kami mulai mendengar suara tembakan dan dorongan," ujarnya.
Langkah polisi untuk membubarkan massa dengan menggunakan gas air mata rupanya malah membuat kepanikan.
Suasana di dalam stadion semakin semrawut usai tembakan gas air mata tersebut.
Abel Camara mengatakan banyak korban gas air mata yang mendapat perawatan di ruang ganti Arema FC.
"Kami memiliki orang-orang di dalam ruang ganti yang terkena gas air mata," ungkap Abel Camara.
Pemain asal Guinea-Bissau itu menyebut ada tujuh hingga delapan orang yang meninggal dunia di ruang ganti.
"Mereka meninggal dunia tepat di depan kami," tutur Abel Camara.
"Kami melihat sekitar tujuh atau delapan orang meninggal dunia di ruang ganti," sambungnya.
Para pemain Arema FC sendiri terjebak di dalam stadion selama empat jam.
Setelah situasi mulai kondusif, Evan Dimas dkk baru bisa keluar stadion.
"Kami harus tinggal di sana selama empat jam sebelum mereka berhasil mendorong semua orang menjauh," kata Abel.
"Ketika kami pergi dan situasi lebih tenang, ada darah, sepatu kets, dan pakaian di seluruh aula stadion."
"Kami meninggalkan stadion dengan bus, ada mobil sipil dan polisi terbakar. Namun, perjalanan kami hingga ke training centre berjalan mulus," pungkasnya.