Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pertama, PSSI membawa timnas Indonesia U-17 berselebrasi berlebihan usai juara Piala AFF U-16, bahkan hingga tampil di televisi swasta.
Selebrasi tersebut menyiratkan PSSI menganggap Piala AFF U-16 adalah puncak prestasi, padahal masih terdapat event penting yang harus ditaklukkan.
Dari sisi pemain, pujian berlebih dapat menyebabkan stagnasi performa, karena si pemain bisa jadi merasa sudah tak perlu berbenah diri.
Yang terburuk, selebrasi digunakan oleh pimpinan PSSI untuk mencari muka, dimulai dari ikut mengangkat piala hingga tampil paling depan dalam selebrasi.
Kedua, PSSI tak memberikan uji coba internasional bagi timnas Indonesia U-17, sehingga kekurangan jam terbang internasional.
Timnas U-17 dapat menjuarai Piala AFF U-16 dan itu hal bagus, tetapi Iqbal Gwijangge dan kawan-kawan nyaris tak pernah mendapat lawan sepadan di ajang itu.
Tim besar yang dihadapi di ajang itu, seperti Myanmar dan Vietnam, bermain parkir bus saat melawan Indonesia, yang membuat pertahanan tim tak teruji.
Menjelang Kualifikasi Piala Asia U-17 2023 pun, timnas U-17 tetap hanya bertanding melawan tim lokal.
Hal itu berbanding terbalik dengan timnas U-20 asuhan Shin Tae-yong, yang sempat berguru ke Turki dan Korea Selatan.
Minimnya lawan berkelas membuat timnas U-17 kagok saat menghadapi lawan berat, seperti saat dibobol cepat UEA (dua gol) dan Malaysia (lima gol).
Bagaimanapun, Arkhan Kaka dan kawan-kawan masih sangat belia dan tak boleh mendapat bully di media sosial.
Jikapun harus terdapat pihak yang disalahkan, maka itu adalah para pelatih dan federasi.