Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Shin Tae-yong memantau Liga 1 untuk menyimpulkan pemain seperti Frengky Missa, Ginanjar Wahyu, atau Rahmat Beri layak menggusur para andalan di Piala AFF.
Jika Bima Sakti melakukan hal serupa, ia akan memantau kompetisi EPA U-16 untuk mencari pemain dan menambah persaingan di timnas U-16.
Lantaran Bima tak melakukan hal itu, susunan starter timnas U-16 tak mendapatkan upgrade, meskipun turnamen yang dihadapi lebih berat.
Kedua, dampak dari kesalahan pertama adalah Bima Sakti menjadi tak berani melakukan rotasi, karena kualitas pemain pelapis jauh di bawah pemain utama.
BolaNas.com mencatat Bima Sakti hanya merotasi di posisi dua gelandang timnas U-16, dengan sembilan posisi lain praktis menjadi milik satu orang.
Paling kentara terjadi di lini belakang, di mana kuartet Rizdjar Nurviat-Sulthan Zaky-Iqbal Gwijangge-Habil Abdillah tak pernah diberi istirahat.
Padahal, Kualifikasi Piala Asia U-17 memainkan empat laga hanya dalam delapan hari, yang seharusnya dihadapi dengan kedalaman skuat.
Sekali lagi merujuk Shin Tae-yong, ia melakukan rotasi pada laga kedua Kualifikasi Piala Asia U-20 2023, sehingga timnas U-20 siap tempur melawan Vietnam.
Ketiga, keengganan Bima Sakti semakin diperburuk oleh kekeliruannya memasang pemain pengganti Iqbal Gwijangge di laga kontra Malaysia.
Femas Crespo yang berposisi gelandang dan tak pernah bermain di posisi bek tengah di timnas U-17, justru dipasang di jantung pertahanan.
Femas memang disebut pernah menjadi bek tengah di Persija U-16, tetapi ia menjalani sistem berbeda dan musuh lebih berat.
Femas tak terbantu dengan keputusan Bima Sakti yang tak menggelar latihan di lapangan, sehingga ia menjadi korban keputusan keliru dan terbobol empat gol.
Bima terpaksa mengakui kesalahannya dengan mengganti Femas dengan memasukkan Andre Pangestu, yang kemudian cuma kebobolan satu gol.
PSSI tampak perlu mengevaluasi posisi Bima Sakti sebagai pelatih timnas Indonesia U-17.