Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Namun menguasai bola bukan berarti menguasai permainan, dan Vietnam kesulitan menerjemahkan penguasaan bola itu menjadi peluang.
Sepanjang laga, Vietnam cuma melakukan dua tembakan, satu di antaranya voli spekulatif dan satu lainnya tendangan putus asa dari tengah lapangan.
Sebaliknya, Indonesia bisa mendikte permainan dengan bermain menungu dan melancarkan bola-bola direct.
Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-yong memang menampilkan sepak bola reaktif yang menunggu pemain lawan dan menyengat pada momen yang pas.
Di babak pertama, timnas Indonesia menciptakan dua peluang ketika Dendy Sulistyawan dan Yakob Sayuri tinggal berhadapan dengan kiper lawan.
Sayang, dalam dua kesempatan tersebut Dendy dan Yakob memilih mengoper pada saat mereka mendapatkan ruang tembak.
Peluang lain didapatkan Indonesia dengan cara lain, seperti umpan ke belakang garis yang tak bisa dimanfaatkan Marselino Ferdinan.
Indikator lain keunggulan Indonesia atas Vietnam adalah keterpaksaan Vietnam bermain keras, bahkan cenderung kebablasan yang sayangnya dibiarkan wasit.
Bek kiri Doan Van Hau kembali menjadi sosok antagonis dengan melancarkan tekel gunting kepada Dendy Sulistyawan.
Tekel semacam itu akan secara otomatis berbuah kartu merah jika laga dipimpin wasit yang memahami regulasi, tetapi Omar Mubarrak asal Oman tidak.
Wasit itu tak menghukum Van Hau sama sekali, bahkan melakukan kesalahan lebih besar lagi di ujung laga.
Van Hau menendang kaki Ricky Kambuaya saat memperebutkan bola udara, dan komentator bahasa Inggris Piala AFF menertawai keputusan wasit yang tak memberi penalti.
Dengan segala situasi di atas, Park Hang-seo seharusnya introspeksi dan merenungi bahwa kali ini Vietnam di-bully Indonesia.