Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sananta paling banyak memperoleh peluang, tetapi hanya sundulan pada babak pertama yang berbuah gol.
Nama lain seperti Abdul Rahman, Esal Sahrul, Rifky Dwi Septiawan, Jeam Kelly Sroyer, hingga Beckham Putra selalu lemas di depan gawang.
Satu striker murni yang diplot jadi pelapis, Muhammad Ragil, terlihat belum memadai untuk tampil di level ini.
Jika Sananta sudah memasuki musim ketiga di Liga 1, Ragil yang baru berusia 18 tahun baru mengecap segelintir laga bersama Bhayangkara FC.
Beberapa sentuhan Ragil tak meyakinkan, bahkan sempat melepas finishing dari muka kotak penalti berupa sepakan voli yang lebih mendekati tiang pojok.
Ragil tak perlu dikritik, lantaran ia hanya menjadi "serep" akibat krisis pemain yang mendera Indonesia.
Titan Agung yang sudah dibawa ke Thailand, ternyata tak bisa dimainkan karena mengidap hukuman AFC.
Irfan Jauhari yang pada laga pertama berduet dengan Sananta, tak bisa bermain karena cedera.
Baca Juga: Marko Simic Tidak Ada Gunanya, Thomas Doll Nyatakan Persija Main Lebih Gacor Tanpa Striker Murni
Dua pemain yang disebut terakhir memiliki empat tahun pengalaman lebih banyak dibanding Ragil.
Gap terlalu jauh antara Sananta dan penyerang pelapis tersebut sejatinya bisa dicegah, andai PSSI dapat memanggil para penyerang terbaik di Liga 1.
Saat ini, terdapat sejumlah penyerang di bawah 23 tahun yang bermain reguler di Liga 1, seperti Hokky Caraka (PSS) dan Bagus Kahfi (Barito Putera).
Itu juga belum menghitung Rafael Struick yang merumput bareng ADO Den Haag di kasta dua Liga Belanda.
Apabila Indonesia dapat lolos ke semifinal, Shin Tae-yong harus menuntut anak asuhnya untuk meringankan beban Sananta, dengan bermain lebih tajam di muka gawang.
Baca Juga: Tanding Malam Ini, Kamboja Bisa Pulangkan Indonesia dari Piala AFF U-23 2023