Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Prestasi tertinggi Shin Tae-yong itu dibayangi kontraknya yang akan habis pada Juni.
Ketum PSSI Erick Thohir menekankan masih ada satu tugas terakhir bagi pelatih asal Korea Selatan.
"Di Piala Asia U-23 2024 nanti,Indonesia harus berbicara banyak," ucap Erick saat berbicara mengenai kontrak.
"Tugas Shin Tae-yong untuk segera benahi sektor itu agar target tercapai."
Netizen Indonesia tengah terbuai dengan kehebatan Shin Tae-yong, tetapi setiap pelatih ada eranya.
Pengunduran diri Juergen Klopp setelah delapan tahun di Liverpool menjadi pengingat, tim harus terus berevolusi.
Contoh yang mirip dengan Shin di Indonesia yaitu Mauricio Pochettino di Tottenham pada 2019.
Pochettino menerima Spurs sebagai tim papan tengah pada 2014, untuk kemudian mengubah mereka menjadi penantang juara hingga menembus final Liga Champions.
Baca Juga: DEADLINE BURSA TRANSFER - Menanti Rencana Elkan Baggott Turun Kasta dari Ipswich Town
Memasuki 2019/20, performa Spurs menjadi stagnan dan para pandit menyebut Pochettino sudah "di ujung jalan".
Setelah mengerahkan segenap tenaga untuk menciptakan mesin mematikan, Pochettino tak bisa lagi mengangkat tim ke level lebih tinggi.
Setidaknya itu pendapat chairman klub Daniel Levy, yang kemudian menunjuk Jose Mourinho sebagai pengganti.
Sejarah membuktikan penunjukan pelatih spesialis pemenang dalam diri Mourinho (dan Antonio Conte) tidak membawa Spurs ke mana-mana.
Indonesia sudah didongkrak oleh kemampuan Shin, dan PSSI berada dalam situasi seperti Levy pada 2019.
Gejala di Kualifikasi Piala Dunia 2026 menunjukkan stagnasi: kalah telak dari Irak dan imbang melawan Filipina.
Hanya performa trengginas di Piala Asia 2023 yang membuat Shin Tae-yong kembali punya daya tawar tinggi.
Nafsu Levy mendatangkan pelatih tenar untuk Spurs berujung nestapa, dan PSSI tak boleh mengulang keputusan gegabah serupa.
Baca Juga: Alarm dari Kasus Carlos Fortes, Klub Liga 1 Terancam Digembosi Akibat Bursa Transfer Beda Sendiri