Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLANAS.COM - Muncul isu grup whatsapp berisi pelatih "anti" Shin Tae-yong, pelatih Korea Selatan tidak pantas dikritik berdasarkan sentimen.
Shin Tae-yong rupanya memiliki kubu pembenci yang tidak objektif dalam menilai kinerjanya di timnas Indonesia.
Shin Tae-yong terhitung telah memasuki tahun keempat melatih timnas Indonesia, dengan prestasi dapat diperdebatkan.
Pelatih Korea Selatan itu pantas mendapat kritik, tetapi tidak dengan cara yang dikemukakan pelatih futsal Doni Zola.
Baca Juga: Indra Sjafri Beberkan Satu Problem Timnas U-22 Indonesia Jelang SEA Games 2023
Doni Zola (Coach Donzol) mengungkap terdapat grup pembenci Shin Tae-yong yang menilai buruk kinerja sang oppa.
"Karena gua punya grup WA bersama pelatih-pelatih tuh sangat anti STY," ucap Doni Zola.
"Salah satunya karena naturalisasi, yang kedua mungkin ngerasa kok hasilnya gini-gini aja."
"Artinya mereka juga punya alasan dong kenapa mereka menganggap STY gagal," tandasnya.
Baca Juga: Indra Sjafri Butuh Tiga Gelandang dalam Formasi 4-3-3, Mengapa Cuma Bawa Empat Gelandang Murni?
Poin kritik yang disampaikan rekan pelatih Doni Zola itu tak pantas dialamatkan kepada Shin Tae-yong.
Poin pertama, mengenai naturalisasi, yang terus dilakukan oleh PSSI berkat dorongan Shin Tae-yong.
Perlu dicermati, naturalisasi bukan hal tabu dalam sepak bola internasional, dan dilakukan oleh negara terkecil hingga terbesar.
Negara tetangga, Malaysia, Thailand, hingga Vietnam memiliki pemain keturunan atau bahkan pemain asing yang dikonversi menjadi warga negara tiga negara itu.
Di level tertinggi, Jerman membujuk Jamal Musiala agar beralih dari timnas Inggris, dan timnas Italia belakangan memanggil Mario Retegui yang terlahir dan besar di Argentina.
Dalam konteks Indonesia, PSSI melakukan naturalisasi terhadap pemain keturunan yang memiliki kualitas jelas di atas pemain lokal.
Hal tersebut bisa dianggap langkah maju ketimbang naturalisasi di era sebelumnya, yang menggaet pemain asing uzur dari liga lokal.
FIFA belakangan juga mempermudah regulasi perpindahan asosiasi, yang menandakan otoritas sepak bola dunia itu menginginkan negara lemah dapat mencari pemain lebih baik.
Baca Juga: Pratama Arhan Fokus SEA Games 2023, Setelah Itu Pikirkan Main di Tokyo Verdy Atau Muangthong United
Poin kedua, mengenai "hasilnya gini-gini aja".
Kalimat tersebut perlu penjelasan mengenai apa yang diinginkan para pengkritik itu agar Shin Tae-yong tak dicap "gini-gini aja".
Timnas Indonesia mencatatkan finish sebagai runner-up Piala AFF 2020 dan semifinalis Piala AFF 2022.
Capaian tersebut memang biasa saja, tetapi dalam dua kesempatan itu, Indonesia selalu dikalahkan dua negara yang memang lebih baik, yaitu Thailand dan Vietnam.
Di Kualifikasi Piala Asia 2023, Indonesia jelas melakukan "over-achieving" dengan mengalahkan Kuwait dan Nepal, serta kalah tipis dari Yordania, untuk lolos ke Piala Asia 2023.
Itu juga belum menghitung sederet hasil positif dalam FIFA Matchday melawan Timor Leste, Curacao, hingga Burundi.
Hasilnya, ranking FIFA Indonesia melesat dari 170 menjadi 149.
Jadi, tampaknya para pengkritik Shin Tae-yong itu memerlukan alasan lebih objektif (bukan cuma sentimen pelatih lokal) agar pendapatnya layak didengar.