Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Ultah PSSI ke-90: Ini 5 Kekecewaan dan Kontroversi yang Menyelimuti Sepak Bola Indonesia

Nungki Nugroho - Minggu, 19 April 2020 | 15:50 WIB
Logo PSSI
ISTIMEWA
Logo PSSI

BOLANAS.COM - Lima kontroversi dan kekecewaan penggemar sepak bola tanah air masih menyelimuti ulang tahun PSSI yang ke-90 pada hari ini, Minggu (19/4/2020).

Tepat hari ini, Minggu (19/4/2020), federasi sepak bola Indonesia (PSSI) telah mencapai usianya yang ke-90.

Itu artinya, satu dasawarsa lagi PSSI akan menuju usia satu abad mereka sejak awal dibentuk pada 1930.

Meski sudah cukup tua, sederet kontroversi dan kekecewaan masih menyelimuti otoritas tertinggi sepak bola Indonesia tersebut.

Baca Juga: PSSI HUT Ke-90, Iwan Bule Singgung Target Pasca Pandemi Covid-19

Di hari ulang tahun PSSI, tim bolanas.com mencoba mengorek memori kontroversi dan kekecewaan yang menyelimuti sepak bola Indonesia dalam satu dekade terakhir.

Tentu hal ini erat kaitannya dengan PSSI sebagai pemegang keputusan tertinggi di sepak bola Tanah Air.

1. Mafia Sepak Bola

Ilustrasi pengaturan skor.
TRIBUNNEWS.COM
Ilustrasi pengaturan skor.

Keberadaan mafia sepak bola menjadi momok bagi federasi sepak bola Indonesia.

Bahkan, PSSI harus melibatkan institusi kepolisian RI untuk memberantas pengaturan skor di Indonesia.

Dalam satu tahun terakhir, 12 oknum diseret menjadi tersangka pengaturan skor di sepak bola Indonesia.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua Satgas Anti Mafia Bola, Brigjen Hendro Pandowo, melalui akun Instagram pribadinya, Senin (30/12/2019).

"Satgas Anti Mafia Bola telah menangani 5 laporan polisi dengan 12 orang yang ditetapkan menjadi tersangka serta 7 orang telah divonis oleh hakim," tulis Hendro Pandowo.

Puncak perburuan mafia bola terjadi pada tahun lalu ketika salah satu program telebisi ikut menguak keberadaan para mafia sepak bola.

2. Sepak Bola Gajah

Gelandang Anang Hadi (8) adalah salah satu 'korban' sepak bola gajah antara PSS Sleman kontra PSIS S
Gelandang Anang Hadi (8) adalah salah satu 'korban' sepak bola gajah antara PSS Sleman kontra PSIS S

Bicara mafia sepak bola, tak bisa terlupakan dengan tragedi sepak bola gajah yang terjadi pada tahun 2014.

Aksi saling mencetak gol bunuh diri dilakukan oleh pemain PSS Sleman dan PSIS Semarang pada empat besar kompetisi Divisi Utama 2014.

Peristiwa sepak bola gajah itu terjadi karena muncul instruksi agar menghindari tim kuat Borneo FC pada babak berikutnya.

Para pemain dan tim pelatih yang terlibat dalam aksi tersebut lantas dijatuhi hukuman oleh Komite Disiplin (Komdis) PSSI.

Tak hanya itu, insiden tersebut juga mengakibatkan sepak bola Indonesia terkena sanksi FIFA berupa larangan menggelar kompetisi pada 2015-2016.

Dalam kurun waktu tersebut, FIFA tidak mengakui keberadaan klub-klub Indonesia termasuk kehilangan kuota di kompetisi Asia.

3. Dualisme Kepemimpinan

La Nyalla Mattalliti saat masih menjawab Ketua Umum PSSI
KUKUH WAHYUDI/BOLA/JUARA.NET
La Nyalla Mattalliti saat masih menjawab Ketua Umum PSSI

Momen sepak bola gajah juga dibarengi dengan dualisme kepemimpinan yang terjadi dalam tubuh PSSI.

Kala itu, terdapat dua kubu yang masing-masing dipimpin oleh Djohar Ariifin dan La Nyala Matalitti.

Dualisme disini lebih mengarah kepada perbedaan pendapat terkait penyelenggaraan kompetisi Liga.

Indonesia memiliki dua kompetisi tertinggi pada masa itu yakni IPL (legal) dan ISL (ilegal).

Kedua pihak sama-sama kekeh untuk menggelar kompetisi hingga akhirnya Menpora memutuskan untuk membekukan PSSI.

4. Urung juara Piala AFF

Kekecewaan para pemain timnas Indonesia usai final kontra Thailand pada Piala AFF 2016 di Bangkok, 1
HERKA YANIS PANGARIBOWO/JUARA/BOLA
Kekecewaan para pemain timnas Indonesia usai final kontra Thailand pada Piala AFF 2016 di Bangkok, 1

Gelar juara Piala AFF masih sebatas mimpi bagi sepak bola Indonesia.

Kekecewaan demi kekecewaan didapatkan oleh pendukung timnas Indonesia dalam masa penantian trofi Piala AFF.

Sejak gelaran pertama pada 1996, Indonesia yang notabene menjadi negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara belum bisa juga meraih gelar juara Piala AFF.

Paling banter, tim Garuda hanya menjadi runner-up pada 2000, 2002, 2004, 2010, dan 2016.

5. Tak Perpanjang Luis Milla

Luis Milla saat memimpin latihan timnas Indonesia.
FERNANDO RANDY/BOLASPORT.COM
Luis Milla saat memimpin latihan timnas Indonesia.

Protes sempat ramai digaungkan di media sosial tatkala PSSI tak mampu memperpanjang kontrak pelatih asal Spanyol, Luis Milla.

Padahal, eks pemain Real Madrid itu telah memberikan perubahan besar dalam permainan tim Garuda di Asian Games 2018.

Indonesia nyaris menembus babak delapan besar andai tak kalah adu penalti dari Uni Emirat Arab pada laga tersebut.

Bahkan, kekecewaan pendukung timnas masih terngiang sampai sekarang.

Mereka menginginkan Luis Milla untuk bisa kembali menangani timnas Indonesia.

Di tangan Luis Milla, Indonesia sukses meraih medali perunggu pada gelaran SEA Games 2017.

Selain itu, permainan ala Spanyol juga mulai melekat pada gaya tanding timnas Indonesia.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P
Editor : Nungki Nugroho
Sumber : bolanas
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.